Apa yang menyalakan lampu yang dapat dimungkinkan umat manusia mengukur habitat semesta
Kira-kira setiap tahun 1.000 supernova Tipe Ia meletus di langit. Semburan bintang ini mencerahkan serta kemudian memudar dalam pola yang berulang sehingga dipergunakan sebagai “lilin standar”: objek yang sangat terang sehingga para astronom dapat menyimpulkan jarak ke satu dengan penampilannya.
Pemahaman kita tentang kosmos didasarkan pada lilin standar ini. amati dua misteri terbesar kosmologi: Berapa tingkat ekspansi habitat semesta? serta kenapa laju ekspansi semakin cepat? Upaya buat memahami kedua problem ini sangat bergantung pada pengukuran jarak yang dilakukan menggunakan supernova Tipe Ia.
namun para peneliti tak sepenuhnya memahami apa yang memicu ledakan seragam yang membuat jadi takut ini, sebuah ketidakpastian yang mengkhawatirkan para ahli teori. jika ada beberapa cara terjadinya, ketidakkonsistenan kecil dalam tampilannya dapat membuat rusak pengukuran kosmik kita.
selama dasawarsa terakhir, dukungan telah dibangun buat cerita tertentu tentang apa yang memicu supernova Tipe Ia, sebuah cerita yang melacak setiap ledakan ke sepasang bintang redup yang disebut katai putih. Sekarang, buat pertama kalinya, para peneliti telah tanpa gagal menciptakan ledakan Tipe Ia dalam simulasi komputer dari skenario katai putih ganda, memberikan dorongan besar pada teori tersebut. tapi simulasi juga menghasilkan beberapa kejutan, mengungkapkan betapa banyak yang masih diwajibkan kita pelajari tentang mesin di balik beberapa ledakan paling penting di habitat semesta.
Meledakkan kurcaci
supaya objek mempunyai fungsi sebagai lilin standar, para astronom diwajibkan tahu kecerahan intrinsiknya. Mereka dapat membandingkannya dengan seberapa terang (ataupun redup) objek yang tampak di langit buat menghitung jaraknya.
Pada tahun 1993, astronom Mark Phillips memetakan bilamana kecerahan supernova tipe Ia berubah dari waktu ke waktu. Pada dasarnya, nyaris semua supernova tipe Ia mengikuti kurva ini, yang dikenal sebagai relasi Phillips. Konsistensi ini, ditambah dengan kecerahan ekstrim dari semburan ini, yang terlihat miliaran tahun cahaya, menjadikannya lilin standar paling kuat yang dimiliki para astronom. tapi apa alasan konsistensi mereka?
Satu petunjuk berasal dari unsur nikel yang tak dapat terjadi. pada saat supernova Tipe Ia muncul di langit, para astronom melakukan pendeteksian kebocoran nikel-56 radioaktif. serta mereka tahu bahwasannya nikel-56 berasal dari katai putih, bintang redup yang padam yang hanya memiliki inti seukuran Bumi yang padat dengan karbon serta oksigen, dikelilingi oleh lapisan helium. namun katai putih ini lembam; supernova sama sekali tak. Teka-teki itu seperti pergi dari satu negara ke negara lain. “Masih belum jernih ‘bilamana anda melakukan ini?'” kata Lars Bildsten, astrofisikawan serta direktur Kavli Institute for Theoretical Physics di Santa Barbara, California, yang berspesialisasi dalam supernova Tipe Ia. “bilamana cara meledakkannya?”
Hingga sekeliling 10 tahun yang lalu, teori yang berlaku adalah bahwasannya bintang kerdil putih akan menyedot gas dari bintang terdekat hingga mencapai massa kritis. Intinya kemudian akan menjadi panas serta cukup padat buat memicu reaksi nuklir yang tak terkendali serta meledak dalam supernova.
Kemudian, pada tahun 2011, teori tersebut dibatalkan. SN 2011fe, tipe Ia terdekat yang ditemukan dalam beberapa dasawarsa, terlihat sangat awal dalam ledakannya sehingga para astronom memiliki peluang buat mencari bintang pendamping. tak ada yang terlihat.
Para peneliti mengalihkan perhatian mereka ke teori baru, yang disebut skenario D6, akronim buat pelintir lidah “ledakan degenerasi ganda yang didorong secara dinamis”, yang diciptakan oleh Ken Shen, astrofisikawan di University of California, Berkeley. Skenario D6 mengusulkan bahwasannya katai putih menjebak katai putih lain serta mencuri heliumnya, sebuah proses yang melepaskan begitu banyak panas sehingga memicu fusi nuklir di cangkang helium katai pertama. Helium cair mengirimkan gelombang kejut jauh ke dalam inti nano. Lalu meledak.